Lelaki Hitam Putih
Ahmad Dzikron Haikal, lahir di Desa Margolinduk Bonang, Demak dan tinggal di Banyumanik Semarang. Pegiat sastra malam jumat di klinik art. Selain menulis puisi, juga suka menulis cerpen. Tulisannya berupa puisi dan cerpen telah disiarkan di beberapa media massa baik lokal maupun nasional.
Kabar kehamilan Yati yang misterius, telah membuat penduduk desa Nusa Indah, khususnya kaum perempuan tidak berani tidur pada malam hari. Mereka takut bermimpi karena desas-desus yang berembus, Yati dihamili oleh sosok lelaki hitam putih yang kerap datang di dalam mimpinya. Katanya, lelaki itu sering mengajaknya berhubungan suami istri dan mengaku-ngaku sebagai suaminya yang meninggal beberapa bulan lalu. Anehnya lagi, Yati tidak merasakan tanda-tanda kehamilan seperti yang ia rasakan pada kehamilan sebelumnnya hingga memasuki usia delapan bulan.
Awalnya penduduk desa mengira perut Yati yang membesar dikarenakan faktor tubuhnya yang gemuk. Namun seiring berjalannya waktu, perutnya yang semakin lama semakin membuncit membuat orang-orang terdekat dan tetangga sebelah rumah menganjurkannya untuk segera periksa. Yati tetap saja enggan melakukannya. Barangkali Yati tidak punya uang. Atau bisa saja tidak ada yang mau mengantarnya. Sebab setelah suaminya meninggal, Yati semakin menutup diri sehingga tidak banyak yang tahu secara jelas apa yang sedang melandanya. Entahlah, mungkin saja ia masih berduka dan tidak mau merepotkan banyak orang.
Semenjak kabar itu menyeruak dan menghantui desa, para penduduk menjadi bertanya-tanya, siapakah sebenarnya sosok lelaki itu? Apakah dia sejenis jin atau makhluk yang dikutuk gentayangan? Atau seorang lelaki yang sedang melakukan laku spritualnya untuk menyempurnakan ajiannya? Atau bisa saja sosok lelaki itu hanyalah alasan yang dibuat-buat Yati untuk menutupi hubungan gelapnya dengan laki-laki lain di desa ini. Akan tetapi, kalau benar ada laki-laki desa yang menghamili Yati, lantas siapa lelaki yang tega menghamilinya?!
“Aku tidak tahu, siapa laki-laki itu. Yang kuingat dia sering datang dalam tidurku.” Kalimat itu yang sering keluar dari mulut Yati sebagai jawaban dari setiap pertanyaan.
Sungguh aneh memang. Tapi itulah keanehan yang benar-benar terjadi di desa Nusa Indah. Setiap kali ditanya, meskipun yang bertanya orang-orang terdekatnya yang masih tinggal serumah atau tetangga dekatnya, Yati akan menjawab berulang kali, seperti itu. Maklum saja, di daerah pesisir seperti desa Nusa Indah, banyak ditemukan dalam satu rumah ditempati lebih dari dua kepala keluarga karena sudah tidak ada lagi tanah yang layak untuk dipondasi sebagai rumah. Selain air rob yang menerjang, biaya membangun rumah di sana sangat mahal. Orang-orang lebih memilih hidup berdesak-desakan dalam satu rumah. Dan ketika sebagian orang ingin mengetahui sosok yang menghamili Yati, tak ada satu pun petunjuk yang diberikan oleh perempuan itu. Lelaki itu benar-benar masih menjadi ancaman ketika malam menjelang malam. Lain hari, ketika ada yang menanyakan lagi, Yati masih pada sebuah jawaban yang sama. Dengan kalimat dan intonasi yang sama. Datar dan tampak ragu-ragu.
Menguak misteri sama halnya memecahkan teka-teki. Penduduk desa, khususnya warga yang tinggal sekampung dengan Yati memutuskan mengadakan pertemuan secara sembunyi-sembunyi untuk membahas dan menemukan lelaki yang sudah menghamilinya. Banyak spekulasi yang bermunculan. Juga praduga-praduga yang mengarah kepada seseorang. Dan memang, sebuah misteri dalam lingkup sosial akan selalu melahirkan tuduhan-tuduhan kepada apapun dan siapapun. Bahkan kepada yang tidak nampak sekalipun.
“Jika sampai anak yang dikandung Yati lahir, dan kita belum bisa mengungkap lelaki yang sudah menghamilinya, aku khawatir ketakutan yang melanda desa kita ini akan terus mengancam seperti kutukan.” Kata Aqil, salah satu pemuda yang tinggal sekampung dengan Yati.
“Tenang Mas, kita semua tahu, masalah ini benar-benar rumit. Jadi, lebih baik kita menunggu petunjuk lain yang mengarah kepada sosok yang menghamili Yati.” Tukas Pak Rt menenangkan.
“Untuk apa menunggu sesuatu yang masih abu-abu? Untuk mengulur waktu agar pelakunya tetap menjadi hantu? Tidak mungkin ada seseorang hamil karena berhubungan badan di dalam mimpi, itu mustahil!” Aqil mengajak yang hadir dalam pertemuan untuk berpikir secara rasionalis.
“Bukan kita tidak mau berpikir logis Mas, selaku ketua Rt, saya khawatir jika kita terlalu gegabah dalam mencurigai seseorang. Mas Aqil lihat sendiri kan, semenjak suami Yati meninggal, dia jarang keluar rumah, apalagi bergaul dengan lelaki lain.”
“Kalau begitu bisa jadi kakak iparnya yang menghamilinya?!” sahut Mustofa memprovokasi. Suasana menjadi semakin gaduh. Saking gaduhnya, tidak ada solusi yang tepat dalam pertemuan tersebut, sampai-sampai salah satu di antara mereka menyarankan agar permasalahan ini dibawa ke Pak Sobirin selaku Mudin dan sekaligus orang pintar di desa itu.
Pak Sobirin adalah salah satu penduduk desa yang dituakan –meskipun usianya masih 40 tahun- dan dipercayai memiliki kemampuan supranatural yang bisa mengorek segala informasi yang bersifat ghaib. Bahkan pernah ada sebuah kejadian yang menimpa salah satu warga. Warga tersebut ditinggal kabur istrinya bersama lelaki lain entah kemana. Kemudian pak Sobirin diminta tolong untuk mengembalikannya. Ajaib, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, istri warga tersebut kembali kepada suaminya seperti sedia kala. Konon ceritanya, ilmu itu didapat ketika dia mondok di salah satu pondok pesantren yang berada di Jawa Timur.
“Hemmmm….. Jadi begitu ceritanya….” Pak Sobirin manggut-manggut sambil memejamkan matanya. Kemudian ia kembali terdiam dan sesekali sambil komat-kamit seperti membaca sebuah mantra.
“Menurut penglihatan mata batinku, si Yati ini dihamili sosok Genderuwo penunggu kampung kalian!” katanya dengan mantab.
“Apakah Mbah Birin yakin dengan apa yang mbah lihat?” tanya Aqil.
“Penglihatan mata batinku tidak pernah salah Le. Pertanyaanmu secara tidak langsung meragukan kekuatanku. Mudeng opo ora koe Le (kamu paham tidak)?!”
“Mosok Genderuwo iso metengi menungso mbah? Ah, ora percoyo aku mbah (Masak Genderuwo bisa menghamili manusia Mbah)?” Aqil tetap saja tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Pak Sobirin.
“Nek ora percoyo, minggato kono seko kene (kalau tidak percaya, lekas pergi dari sini)!” bentak Pak Sobirin.
Aqil segera keluar meninggalkan beberapa orang sekampungnya yang masih bertahan di rumah Pak Sobirin. Seketika itu juga dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mempercayai hal-hal yang di luar nalar. Apalagi yang dikatakan Pak Sobirin kepadanya, sama sekali tidak masuk akal. Baginya kebenaran teori konsepsi yang mengatakan bahwa proses terbentuknya janin di dalam rahim adalah bertemunya sel sperma pria dengan sel telur wanita tidak mungkin dapat diingkari.
Setelah kepergian Aqil, Pak Sobirin dengan leluasa menjelaskan kembali secara detail berdasarkan dari penglihatan mata batinya. Ia menyarankan orang-orang yang sekampung dengan Yati mengizinkannya untuk melakukan ritual pengusiran Genderuwo yang sudah meresahkan penduduk desa, terutama sebagian warga yang tinggal sekampung dengan Yati. Dan Pak Sobirin akhirnya menentukan waktu dengan petunjuk bisikan gaib yang tidak didengar oleh orang-orang yang berada di hadapannya. Ia memejamkan matanya kembali dan menarik napas yang sangat dalam.
“Besok malam Selasa Kliwon, jangan ada warga kampung yang keluar rumah pada tengah malam!” Pinta Pak Sobirin.
“Kenapa Mbah?” Tiba-tiba ada yang bertanya. Pak Sobirin tak menjawab. Ia masih terdiam sesaat. Sepertinya ia sudah merencanakan sesuatu.
“Biarkan aku yang mengurus masalah ini. Sekarang kalian semua pulang ke rumah masing.” Pinta Pak Sobirin.
Belum sempat pertanyaan dari salah satu warga terjawab, Pak Sobirin mempersilahkan para tamunya untuk pulang ke rumah masing-masing. Rasa penasaran yang menggelayut di atas kepala warga semakin menggumpal hitam seperti kegelapan malam yang kelam dan pekat. Mereka kembali ke rumah tanpa titik terang. Bulan dan bintang-bintang pun belum mampu memberi secercah harapan.
Di malam hari yang sudah ditentukan, kampung yang ditinggali Yati terlihat sepi dan lengang. Pak Sobirin berjalan mengelilingi tiap sudut kampung. Memastikan tidak ada yang keluar rumah seperti yang ia perintahkan. Pintu-pintu rumah warga sudah tertutup rapat. Dalam hatinnya, ia berkata, “Sudah saatnya aku bertindak!”
Ia kemudian melangkah menuju salah satu rumah yang berada di urutan ke empat dari gapura kampung. Ya, rumah itu adalah rumah Yati. Lalu ia mengetuk pintu dan berharap yang membukakan adalah Yati. Sebab ia tahu kamar Yati terletak beberapa meter dari pintu utama. Namun sayang, yang keluar adalah kakak ipar Yati yang bernama Selamet.
“Met, cepat tinggalkan Yati di sini sendiri. Suruh yang lainnya mengungsi dulu ke sebelah!” Suara Pak Sobirin bergetar.
“Nggih Mbah (iya Mbah)” Jawab Selamet antara cemas dan ketakutan.
Rasa ketakutan penduduk desa ternyata mampu dimanfaatkan dengan baik oleh Pak Sobirin. Tidak menunggu lama, semua orang yang tinggal di rumah itu pergi mengungsi dan meninggalkan Yati sendiri di dalamnya. Keluarga Yati pasrah tentang apa yang akan terjadi. Setelah Yati ditinggal sendiri, dan yang pergi mengungsi bisa dipastikan tidak akan kembali, Pak Sobirin masuk ke dalam rumah dan menuju ke kamar Yati. Waktu itulah Pak Sobirin mulai menjalankan rencananya. Bisikan-bisikan di dalam dadanya ikut membantu Pak Sobirin dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami penduduk desa, khususnya Yati.
“Cepat bangun Yati!” Paksa Pak Sobirin.
Yati yang saat itu masih tertidur di atas kasurnya terbangun dengan kaget dan ketakutan. Setengah tersadar ia mengenali seseorang yang berada di dalam kamarnya. Dari pandangannya yang samar-samar ia melihat sosok lelaki hitam putih yang sering muncul di dalam mimpinya. Sembari mengucek-ucek matanya, ia sekali lagi memastikan dirinya tidak bermimpi dan sosok yang berdiri di hadapannya adalah lelaki yang persis berada di dalam mimpinya.
“Ppp… paak, ppp…paaak. Sobirin?” Yati menyebut nama Pak Sobirin dengan terbata-bata. Ia masih bingung dengan apa yang ia lihat. Bibirnya gemetar. Detak janntungnya semakin berdegub kencang.
“Apakah lelaki yang sering mendatangiku dalam mimpi adalah Pak Sobirin?” Batin Yati dalam keadaan benar-benar ketakutan.
“Ya, itu aku! Akulah yang sering datang dalam mimpimu!” Pak Sobirin seperti tau keresahan batin Yati.
“Tidak! Tidak mungkin!” Yati menjerit keras sekali. Namun suara jeritan Yati hanya terdengar seperti desau angin yang berhembus lalu hilang ditelan kelengangan malam. Yati merasa sudah berada di tengah-tengah kegelapan yang abadi, tanpa sisi. Di dalam kamarnya, Pak Sobirin menatap wajah Yati lekat-lekat, menggiring kesadarannya yang tercekat oleh kenyataan yang membuatnya tidak sanggup untuk sekedar membuka mata.
“Ingat Yati, kalau saja kejadian ini sampai bocor ke telinga warga, aku akan membuat seluruh keluargamu menderita! Jangan pernah berani coba-coba melawanku, paham!” Setelah mengancam Yati, Pak Sobirin keluar dari kamar menuju depan rumah. Setelah beberapa langkah, ia lalu menghilang di ujung kampung.
Yati terisak. Ia masih ketakutan di dalam kamar. Tubuhnya terus menggigil, bukan karena udara yang semakin dingin. Wajahnya ia benamkan di antara lutut yang diikat kedua lengannya. Dinding kamarnya semakin mendekat. Sesak. Ia teringat suaminya yang sudah meninggal. Segera ia mengalihkan pandangannya ke langit-langit kamar yang sejak tadi mengawasinya dari atas. Tangisnya pecah. Keheningan malam seperti memenjarakan telinga, hati, dan mata warga di kampungnya.
Tidak mudah bagi Yati menerima kenyataan itu. Ketakutannya tetap berhembus seperti napasnya. Ia sedang dihadapkan pada pilihan yang curam. Yang bisa sewaktu-waktu menjerumuskan diri dan keluarganya ke dalam lembah kesedihan yang dalam, terlebih kepada anak yang sedang menunggu hari kelahirannya. Ia sudah benar-benar menyadarinya.
Sampai sekarang, tidak banyak yang tahu. Jika lelaki hitam putih yang sering datang dan menghantui di dalam mimpi Yati adalah lelaki yang sering didatangi penduduk desa untuk mengantarkan setiap warga yang tengah menuju ke alam mimpi yang abadi.
“Yang kuingat lelaki itu hitam putih. Dia sering datang dalam mimpiku.” Itulah yang sering keluar dari mulut Yati. Berulang-ulang.